Kerbau Rawa dan Kerbau Biasa
Dosen sekaligus peneliti kerbau rawa dari Universitas Sriwijaya Palembang, Afran Abrar mengungkapkan, populasi kerbau rawa tersebar di Kecamatan Pampangan, Ogan Komering Ilir, dan beberapa daerah di Kabupaten Banyuasin. Di Pampangan sendiri, setiap tahun jumlah kerbau rawa semakin berkurang dan berdasarkan kajian tersisa tiga ekor pada 2018 lalu.
"Jumlahnya semakin berkurang, tinggal tiga ekor saja dan itu pun terus berkurang," ungkap Afran.
Menurutnya, menyusutnya populasi hewan jenis itu banyak faktor. Di antaranya pola budidaya peternak secara tradisional dan tradisi menjual hewan ternak untuk disembelih.
"Masih banyak faktor lagi, itu menambah penyebab semakin berkurang populasinya," ujarnya.
Oleh karena itu, dia dan beberapa mahasiswanya datang ke kecamatan itu untuk melakukan pendampingan kepada peternak sejak beberapa tahun lalu. Saat bersamaan, pemerintah provinsi dan pusat melalui Badan Restorasi Gambut (BRG) memberikan stimulus bantuan untuk membudidayakan kerbau rawa sekaligus membuka usaha kerakyatan di sana.
"Kita ubah budidaya yang tadinya tradisional menjadi sedikit menggunakan teknologi. Hasilnya cukup baik, ada kerbau yang bunting melalui teknologi," terangnya.
Selain itu, dia bersama kelompok masyarakat memanfaatkan kotoran kerbau rawa menjadi produk bernilai ekonomis tinggi. Selama dua tahun ini diproduksi biogas sebagai pupuk cair tanaman dan lalat magot yang bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak ikan.
"Alhamdulillah dua tahun ini biogas dari kotoran kerbau rawa sudah dijual walaupun belum secara komersil karena belum ada uji lab. Sepekan bisa menghasilkan seribu liter biogas atau kalai diuangkan Rp5 juta, hasilnya bisa menambah pendapatan anggota kelompok," kata dia.
Afran menjelaskan, disebut kerbau rawa terkuat dan terunik di dunia karena memiliki tipologi berbeda dengan lainnya. Hal ini disebabkan habitatnya berada di hamparan rawa dan gambut yang luas sehingga mempunyai kearifan lokal tersendiri.
"Kalau diuji DNA genetiknya pasti sama dengan kerbau rawa asli daerah atau negara lain, misal India, Australia, atau China. Tapi punya khas spesifik lokasi, punya kearifan lokal," terangnya.
Dia menjelaskan, keunggulan kerbau rawa khas Sumsel di antaranya susunya bisa diperah dan dapat dimanfaatkan menjadi makanan khas daerah, perilaku budaya yakni tidak mengotori kandangnya karena kotorannya diletakkan di kandangnya lalu dibuang ke rawa-rawa ketika dilepaskan dari kandang.
Dan paling unik adalah kerbau rawa Sumsel, terutama asli Pampangan mampu berenang dan makan di dasar sungai dalam sekalipun. Perilakunya itu tak bisa dilakukan kerbau rawa asal daerah lain yang akhirnya mati karena tak bisa beradaptasi dengan lokasi.
"Dulu pernah ada bantuan dari pemerintah, didatangkan kerbau rawa dari Medan. Tapi begitu dibawa ke sini, kerbau-kerbau itu bingung, tidak bisa berenang dan tidak bisa makan di dasar sungai," pungkasnya.
Komentar
🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂
🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐂🐃🐂🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐃🐂🐂